PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Pemikiran Teologi Islam Modern
Dosen Pengampu: Dr. Darori Amin, MA
Disusun Oleh:
Imam Muslim (134111028)
JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.
PENDAHULUAN
Pada beberapa dekade ini, pemikiran Islam di Indonesia mengalami
perubahan dan perkembangan yang cukup signifikan. Kondisi tersebut menjadikan
banyak ilmuan dan peneliti menaruh perhatian terhadapnya. Gerakan pemikiran Islam
yang paling fenomenal yang memberikan sumbangan pemikiran yang banyak di kritik
masyarakat adalah pemikiran yang diusung oleh para intelektual muda muslim
generasi baru yang kemudian populer dengan sebutan gerakan pemikiran Islam
Liberal.
Dalam hal ini, penulis akan memaparkan pemikiran Islam Liberal yang
berhubungan dalam hal teologi.
II.
RUMUSAN
MASALAH
-
Bagaimana
Pemikiran Islam Liberal yang masuk pada ranah teologi?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pemikiran
Islam Liberal dalam Hal Teologi
Ulil Abshar Abdalla adalah salah satu tokoh pelopor utama Jaringan Islam
Liberal (JIL), dalam pandangannya tentang Islam dia berusaha memahami bahwa
Islam adalah sebuah organisme yang hidup,[1]
sebuah agama yang berkembang sesuai dengan denyut nadi perkembangan manusia.
Islam bukan sebuah monumen mati yang di pahat pada abad ke-7 M, lalu di anggap
sebagai “patung” indah yang tak boleh disentuh tangan sejarah. Ulil melihat
bahwa kecenderungan untukmemonemuenkan Islam amat menonjol saat ini.
Dalam tulisannya, Ulil memberikan pokok-pokok pemikiran yang dia
beri judul menyegarkan kembali pemikiran Islam yang dipandang cenderung
membeku. Beberapa pemikirannya adalah sbb:
1.
Penafsiran
Islam yang non-literal, subtansional, kontekstual,dan sesuai dengan denyut nadi
peradaban manusia yang terus berubah.
2.
Penafsiran
Islam yang dapat memisahkan mana unsur-unsur di dalamnya yang merupakan kreasi
budaya setempat, dan mana yang merupakan nilai fundamental. Menurut Ulil
seseorang harus paham dan mampu membedakan mana ajaran dalam Islam yang
merupakan pengaruh kultur Arab dan mana yang tidak. Dalam pemahaman ini, dia
memberikan contoh: soal jilbab, potong tangan, qishas, rajam, jenggot,
jubah, tidakwajib di ikuti karena itu pengaruh budaya Arab. Yang harus di ikuti
adalah nilai-nilai universal yang malandasi praktik-praktik itu. Jilbab intinya
adalah mengenakan pakaian yang memenuhi standar kepantasan umum (pubic
decency). Kepantasan umum tentu fleksibel dan berkembang sesuai dengan
perkembangan kebudayaan manusia.
3.
Umat
Islam hendaknya tidak memandang dirinya sebagai masyarakat yang terpisah dari
golongan yang lain. Umat manusia adalah keluarga universal yang di persatukan
oleh kemanusiaan itu sendiri. Kemanusiaan adalah nilai yang sejalan, bukan
berlawanan dengan Islam.
Sebagai contoh:
larangan nikah beda agama, sudah tidak relevan lagi. Al-Qur’an sendiri tidak
pernah dengan tegas melarang itu, karena al-Qur’an memuat pandangan universal
tentang martabat manusia yang sederajat, tanpa melihat perbedaan agama.[2]
4.
Adanya
sekularisasi atau pemisahan antara kekuasaan politik dan kekuasaan agama.
Dari empat
point penting pemikiran Ulil tersebut, menjadi landasan awal pemikiran liberal
yang dia kembangkan.
Beberapa
pemikirannya adalah pertama bahwa tidak ada yang di sebut “Hukum
Tuhan” dalam hal ini kebanyakan di pahami oleh orang Islam, misalnya: hukum
Tuhan tentang jual beli, pencurian, pernikahan.
Yang ada adalah prinsip-prinsip umum yang universal yang dalam tradisi
pengkajian hukumIslam klasik disebut sebagai maqashidusy Syariah, atau
tujuan umum syariat Islam. Nilai-nilai itu adalah kebebasan beragama, akal,
kepemilikan, keluarga, keturunan, dan kehormatan.
Kedua, dalam meletakkan kedudukan Rasulullah Saw, menurutnya rasul adalah
tokoh historis yang harus di kaji dengan kritis (sehingga tidak hanya menjadi
mitos yang di kagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia
yang juga banyak kekurangan), sekaligus panutan yang harus di ikuti. Ulil
memberikan pandangannya dalam usaha menerjemahkan Islamdalam konteks
sosio-politik di Madinah, rasul tentu menghadapi banyak keterbatasan. Rasul
memang berhasil menerjemahkan cita-cita sosial dan spiritual Islam di Madinah,
tetapi Islam sebagaimana di wujudkan disana adalah Islam historis, partikular,
dan kontektual.
Kita tidak di
wajibkan mengikuti Rasul secara harfiah, sebab apa yang di lakukan olehnya di
Madinah adalah upaya menegosiasikan
antara nila-nilai universal Islam dengan situasi sosial di sana dengan
seluruh kendala yang ada. Umat islam harus berijtihad mencari formula baru
dalam menerjemahkan nilai-nilai Islam dalam konteks kehidupan yang pural.
Menurut Ulil Islamnya nabi di Madinah adalah salah satu kemungkinan
menerjemahkan Islam yang universal di muka bumi.
Pandangan
laintentang pemikiran Islam Liberal
adalah Wahyu Tuhan. Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk bagi umat
Islam di pandang oleh para intelektual muslim liberal sebagai kitab suci yang
memiliki konteks zamannya.[3]
Oleh sebab itu, segala yang tertuang dalam kitab suci harus di baca. Amin
Abdullah memberikan pendapat bahwa:
“al-qur’an sebagai kitab suci atau
wahyu ilahi sebenarnya selalu bergumul dan berdialog dengan realitas yang di
hadapi masyarakat pada zaman yang selalu berubah”.
Pendekatan yang
digunakannya di atas secara tidak langsung memperlihatkan bahwa keberadaan
al-qur’an sebagai kitab suci memang tidak bisa terlepas dari struktur sosial
yang terjadi. Struktur sosial yang terjadi jelas memberikan pengaruh pada
pemahaman al-qur’an. Oleh karena itu, pemahaman al-qur’an tidak boleh di
lepaskan dari pembacaan atau realitas sosial yang terus berlangsung.
IV.
KESIMPULAN
Para pejuang liberalisme berusaha untuk memahami Islam atau
al-Qur’an sesuai dengan konteks zaman yang ada. Al-quran tidak bisa hanya di
pahami secara literal saja, tapi harus kontekstual sesuai kondisi realitas
sosial masyarakat yang sangat plural. Islam liberal berusah membawa perubahan
pemahaman atau parAdigma baru dalam memahami Islam yang universal dan
komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Qodir, Zuly, Islam Liberal; Varian-Varian Liberalisme Islam di
Indonesia 1991-2002, (Yogyakarta: PT. LkiS Printing Cemerlang, 2010 Dr.
Zuly Qodir, Islam Liberal; Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia
1991-2002, Yogyakarta: PT. LkiS Printing Cemerlang, 2010
Abdalla, Ulil Abshar, Menjadi
Muslim Liberal, Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi, 2006
0 komentar:
Posting Komentar