Selasa, 12 Januari 2016

Islam Liberal



PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Pemikiran Teologi Islam Modern
Dosen Pengampu: Dr. Darori Amin, MA





Disusun Oleh:
Imam Muslim              (134111028)

JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015

I.                   PENDAHULUAN
Pada beberapa dekade ini, pemikiran Islam di Indonesia mengalami perubahan dan perkembangan yang cukup signifikan. Kondisi tersebut menjadikan banyak ilmuan dan peneliti menaruh perhatian terhadapnya. Gerakan pemikiran Islam yang paling fenomenal yang memberikan sumbangan pemikiran yang banyak di kritik masyarakat adalah pemikiran yang diusung oleh para intelektual muda muslim generasi baru yang kemudian populer dengan sebutan gerakan pemikiran Islam Liberal.
Dalam hal ini, penulis akan memaparkan pemikiran Islam Liberal yang berhubungan dalam hal teologi.
II.                RUMUSAN MASALAH
-          Bagaimana Pemikiran Islam Liberal yang masuk pada ranah teologi?
III.             PEMBAHASAN
A.    Pemikiran Islam Liberal dalam Hal Teologi
Ulil Abshar Abdalla adalah salah satu tokoh pelopor utama Jaringan Islam Liberal (JIL), dalam pandangannya tentang Islam dia berusaha memahami bahwa Islam adalah sebuah organisme yang hidup,[1] sebuah agama yang berkembang sesuai dengan denyut nadi perkembangan manusia. Islam bukan sebuah monumen mati yang di pahat pada abad ke-7 M, lalu di anggap sebagai “patung” indah yang tak boleh disentuh tangan sejarah. Ulil melihat bahwa kecenderungan untukmemonemuenkan Islam amat menonjol saat ini.
Dalam tulisannya, Ulil memberikan pokok-pokok pemikiran yang dia beri judul menyegarkan kembali pemikiran Islam yang dipandang cenderung membeku. Beberapa pemikirannya adalah sbb:
1.      Penafsiran Islam yang non-literal, subtansional, kontekstual,dan sesuai dengan denyut nadi peradaban manusia yang terus berubah.
2.      Penafsiran Islam yang dapat memisahkan mana unsur-unsur di dalamnya yang merupakan kreasi budaya setempat, dan mana yang merupakan nilai fundamental. Menurut Ulil seseorang harus paham dan mampu membedakan mana ajaran dalam Islam yang merupakan pengaruh kultur Arab dan mana yang tidak. Dalam pemahaman ini, dia memberikan contoh: soal jilbab, potong tangan, qishas, rajam, jenggot, jubah, tidakwajib di ikuti karena itu pengaruh budaya Arab. Yang harus di ikuti adalah nilai-nilai universal yang malandasi praktik-praktik itu. Jilbab intinya adalah mengenakan pakaian yang memenuhi standar kepantasan umum (pubic decency). Kepantasan umum tentu fleksibel dan berkembang sesuai dengan perkembangan kebudayaan manusia.
3.      Umat Islam hendaknya tidak memandang dirinya sebagai masyarakat yang terpisah dari golongan yang lain. Umat manusia adalah keluarga universal yang di persatukan oleh kemanusiaan itu sendiri. Kemanusiaan adalah nilai yang sejalan, bukan berlawanan dengan Islam.
Sebagai contoh: larangan nikah beda agama, sudah tidak relevan lagi. Al-Qur’an sendiri tidak pernah dengan tegas melarang itu, karena al-Qur’an memuat pandangan universal tentang martabat manusia yang sederajat, tanpa melihat perbedaan agama.[2]
4.      Adanya sekularisasi atau pemisahan antara kekuasaan politik dan kekuasaan agama.
Dari empat point penting pemikiran Ulil tersebut, menjadi landasan awal pemikiran liberal yang dia kembangkan.
Beberapa pemikirannya adalah pertama bahwa tidak ada yang di sebut “Hukum Tuhan” dalam hal ini kebanyakan di pahami oleh orang Islam, misalnya: hukum Tuhan tentang jual beli, pencurian, pernikahan.  Yang ada adalah prinsip-prinsip umum yang universal yang dalam tradisi pengkajian hukumIslam klasik disebut sebagai maqashidusy Syariah, atau tujuan umum syariat Islam. Nilai-nilai itu adalah kebebasan beragama, akal, kepemilikan, keluarga, keturunan, dan kehormatan.
Kedua,  dalam meletakkan kedudukan Rasulullah Saw, menurutnya rasul adalah tokoh historis yang harus di kaji dengan kritis (sehingga tidak hanya menjadi mitos yang di kagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang juga banyak kekurangan), sekaligus panutan yang harus di ikuti. Ulil memberikan pandangannya dalam usaha menerjemahkan Islamdalam konteks sosio-politik di Madinah, rasul tentu menghadapi banyak keterbatasan. Rasul memang berhasil menerjemahkan cita-cita sosial dan spiritual Islam di Madinah, tetapi Islam sebagaimana di wujudkan disana adalah Islam historis, partikular, dan kontektual.
Kita tidak di wajibkan mengikuti Rasul secara harfiah, sebab apa yang di lakukan olehnya di Madinah adalah upaya menegosiasikan  antara nila-nilai universal Islam dengan situasi sosial di sana dengan seluruh kendala yang ada. Umat islam harus berijtihad mencari formula baru dalam menerjemahkan nilai-nilai Islam dalam konteks kehidupan yang pural. Menurut Ulil Islamnya nabi di Madinah adalah salah satu kemungkinan menerjemahkan Islam yang universal di muka bumi.
Pandangan laintentang  pemikiran Islam Liberal adalah Wahyu Tuhan. Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk bagi umat Islam di pandang oleh para intelektual muslim liberal sebagai kitab suci yang memiliki konteks zamannya.[3] Oleh sebab itu, segala yang tertuang dalam kitab suci harus di baca. Amin Abdullah memberikan pendapat bahwa:
“al-qur’an sebagai kitab suci atau wahyu ilahi sebenarnya selalu bergumul dan berdialog dengan realitas yang di hadapi masyarakat pada zaman yang selalu berubah”.   
Pendekatan yang digunakannya di atas secara tidak langsung memperlihatkan bahwa keberadaan al-qur’an sebagai kitab suci memang tidak bisa terlepas dari struktur sosial yang terjadi. Struktur sosial yang terjadi jelas memberikan pengaruh pada pemahaman al-qur’an. Oleh karena itu, pemahaman al-qur’an tidak boleh di lepaskan dari pembacaan atau realitas sosial yang terus berlangsung.
IV.             KESIMPULAN
Para pejuang liberalisme berusaha untuk memahami Islam atau al-Qur’an sesuai dengan konteks zaman yang ada. Al-quran tidak bisa hanya di pahami secara literal saja, tapi harus kontekstual sesuai kondisi realitas sosial masyarakat yang sangat plural. Islam liberal berusah membawa perubahan pemahaman atau parAdigma baru dalam memahami Islam yang universal dan komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

Qodir, Zuly, Islam Liberal; Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002, (Yogyakarta: PT. LkiS Printing Cemerlang, 2010 Dr. Zuly Qodir, Islam Liberal; Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002, Yogyakarta: PT. LkiS Printing Cemerlang, 2010
Abdalla, Ulil Abshar,  Menjadi Muslim Liberal, Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi, 2006

    





[1] Ulil Abshar Abdalla, Menjadi Muslim Liberal, (Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi, 2006), cet. II, hal. 3
                [2]Ibid. Hal. 4
[3] Dr. Zuly Qodir, Islam Liberal; Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002, (Yogyakarta: PT. LkiS Printing Cemerlang, 2010), cet. I, hal. 164

0 komentar:

Posting Komentar

Menurutmu Bagaimana Blog Ini?

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.