BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling
sempurna, karena manusia dibekali dengan berbagai kelebihan dibanding dengan
makhluk lain, yaitu nafsu (sifat dasar iblis), taat/patuh/tunduk (sifat dasar
malaikat) dan akal (sifat keistimewaan manusia).
Ketiga hal tersebut membuat manusia
memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan-Nya, jika manusia dapat mengatur
ketiganya dan dapat memposisikan diri sebagaimana yang dititahkan oleh
sang Rabb. Dalam Al-Qur’an surat
Az-Zariyat ayat 56, Allah SWT telah berfiman yang artinya kurang lebih demikian
:
“Aku (Allah SWT) tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. Dari tafsir
tersebut terlihat jelas bahwa jin dan manusia diciptakan untuk beribadah
kepada Allah SWT.
Namun, banyak dari golongan manusia
yang tidak dapat melakukan sebagaimana yang diharapkan oleh sang pencipta
(Allah SWT), malah manusia berbuat sebaliknya dan mengingkari apa yang telah
dikaruniakan. Itu karena manusia belum memahami
betul hakikat dirinya diciptakan dan diturunkan dibumi dilihat dari segi
agama islam. Dengan adanya akal, membuat manusia selalu ingin tahu tentang
apapun.
Untuk memenuhi rasa ingin tahu itu
manusia menggunakan jalur pendidikan. Melalui pendidikan manusia memperoleh
berbagai ilmu baru dan dapat mengembangkan ilmu tersebut. Filsafat merupakan
cabang ilmu pengetahuan yang selalu menggunakan pemikiran mendalam, luas,
radikal (sampai keakar-akarnya), dan berpegang pada kebijakansanaan dalam
melihat suatu permasalahannya. Dengan kata lain, filsafat selalu mencoba
mencari hakikat atau maksud dibalik adanya sesuatu tersebut.
Namun ada problem yang muncul
tentang bagaimana hubungan ketiganya, dan perdebatan itu berawal dari munculnya
teolog-teolog Islam tentang bagaimana hubungan antara agama, filsafat, dan
sains atau ilmu pengetahuan. Posisi dan kedudukan ketiganya. Maka dari itu,
makalah ini akan memaparkan bagaimana hubungan antara filsafat, agama, dan
sains agar mendapat satu titik temu bahwa ketiganya saling berhubungan.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Agama?
2. ApaPengertian filsafat?
3. Apa Pengertian Sains?
4. Bagaimana Perbandingan
antara Filsafat dan Agama, Filsafat dan Sains?
4. Bagaimana Hubugan Filsafat, Agama,
dan Sains?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Agama
Kata
religi berasal dari bahasa Latin rele-gere yang berarti mengumpulkan, membaca.
Agama memang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan dan semua cara
itu terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Di sisi lain kata religi
berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaan agama memang
mempunyai sifat mengikat bagi manusia.Seorang yang beragama tetap terikat
dengan hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh agama.
Sedangkan
kata “agama” berasal dari bahasa Sanskrit “a” yang berarti tidak dan “gam” yang
berarti pergi, tetap di tempat, diwarisi turun temurun dalam kehidupan manusia.
Ternyata agama memang mempunyai sifat seperti itu.Agama, selain bagi
orang-orang tertentu, selalu menjadi pola hidup manusia.Dick Hartoko menyebut
agama itu dengan religi, yaitu ilmu yang meneliti hubungan antara manusia
dengan “Yang Kudus” dan hubungan itu direalisasikan dalam ibadah-ibadah.
Pengertian
agama yang paling umum dipahami adalah bahwa kata agama berasal dari bahasa
Sansekerta dari kata “a” dan “gama”. A berarti ‘tidak’ dan gama berarti
‘kacau’. Jadi, kata agama diartikan tidak kacau, tidak semrawut, hidup menjadi
lurus dan benar.
Pengertian
agama menunjuk kepada jalan atau cara yang ditempuh untuk mencari keridhoan
Tuhan. Dalam agama itu ada sesuatu yang dianggap berkuasa, yaitu Tuhan, zat
yang memilki segala yang, yang berkuasa, yang mengatur seluruh alam beserta
isinya.
Agama adalah keyakinan dan
kepercayaan kepada Tuhan, akidah, din(ul) ajaran atau kepecayaan yang
mempercayai suatu atau beberapa kekuatan ghaib yang mengatur dan menguasai
alam, manusia dan jalan hidupnya.
Agama
pada umumnya merupakan (1) satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan)
atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia; (2) satu sistem ritus (tata
peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mutlak itu; (3) satu sistem norma
(tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam lainnya,
sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan.
2.
Pengertian Filsafat
Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan
akal budinya untuk memahami (mendalami dan menyelami) secara radikal dan
integral hakikat sarwa yang ada: (a) Hakekat Tuhan; (b) hakekat alam semesta;
(c) hakekat manusia; serta sikap manusia termasuk sebagai konsekuensi daripada
faham (pemahamnnya) tersebut.
Menurut Aristoteles
mengatakan Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang
didalammya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asal segala benda).
Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran.
Ilmu
pengetahuan tentang hakikat yang menanyakan apa hakikat atau sari atau inti
atau esensi segala sesuatu.
Hal yang menyebabkan
manusia berfilsafat karena dirangsang oleh: ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat
bertanya, dan keraguan kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang dialami
manusia dalam kehidupannya. Untuk itulah dalam berfikir filsafat perlu dipahami
karakteristik yang menyertainya, pertama, adalah sifat menyeluruh artinya
seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu
sendiri, tetapi melihat hakekat ilmu dalam konstalasi pengetahuan yang lainnya,
kedua, sifat mendasar, artinya bahwa seorang yang berfikir filsafat tidak
sekedar melihat ke atas, tapi juga mampu membongkar tempat berpijak secara
fundamental, dan ciri ketiga, sifat spekulatif, bahwa untuk dapat mengambil
suatu kebenaran kita perlu spekulasi. Dari serangkaian spekulasi ini kita dapat
memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari
penjelajahan pengetahuan.
Dalam menghadapi berbagai masalah hidup di
dunia ini, manusia akan menampilkan berbagai alat untuk mengatasinya. Alat itu
adalah pikiran atau akal yang berfungsi di dalam pembahasannya secara filosofis
tentang masalah yang dihadapi.Pikiran yang manakah yang dapat masuk dalam
bidang filsafat ini?Jawabannya adalah pikiran yang senantiasa bersifat
ilmiah.Jadi, pikiran itu adalah yang mempunyai kerangka ilmiah-filsafat.Menurut
Prof. Mulder bahwa filsafat itu berpikir ilmiah, tapi tidak setiap berpikir itu
filsafat.
Apakah filsafat itu
sebagai ilmu pengetahuan dan bagaimana bentuk dan sifatnya bisa dipahami
menurut penjelasan berikut: kebenaran filsafat itu dapat diukur menurut kondisi
yang pasti dimiliki oleh ilmu pengetahuan pada umumya, yang meliputi obyek
(sasaran studi), metode (cara atau jalannya studi), sistem (cara-cara kerja
sebagai penunjang jalannya metode) dan kebenaran ilmiah (obyektif dan dapat
diukur baik secara rasional maupun empiris).
3.
Pengertian Ilmu dan Sains (Ilmu Pengetahuan)
Kata
ilmu berasal dari bahasa arab (alima) dan berarti pengetahuan. Pemakain kata
itu dalam bahasa Indonesia kita ekuivalenkan denagn istilah science.Science berasal
dari bahasa latin: scio, scire yang juga berarti pengetahuan. Ilmu
haruslah sistematis dan berdasar metodologi dan ia berusaha mencapai
generalisasi.
Definisi
ilmu Arthur Thomson. Athur Thomson mendefinisikan ilmu itu “pelukisan
fakta-fakta pengalaman secara lengkap dan konsisten dalam istilah-istilah sesederhana mungkin”
Ilmu
menggali pengetahuan dari fakta-fakta dan merumuskan pengetahuan itu dalam
bentuk teori atau hukum.Karena pengetahun itu sesuai dengan faktanya, maka
pengetahuan yang digali dan yang dinyatakannya itu adalah benar.
Ilmu
= kerja sama otak-tangan. Jelaslah betapa inherennya (berhubungan ketat)
ilmu dengan fakta, yaitu fakta yang dialami.Fakta yang belum ditafsirkan jadi
bersifat murni, disebut data.Data inilah yang dihimpun oleh riset dan atau data
eksperimen.Sedangkan pelukisan, penjelasannya, dan kesimpulannya jadi tugas
pikiran.Riset dan eksperimen adalah kerja tangan. Berpikir adalah kerja
otak, karena itu ilmu merupakan hasil kerja sama otak dan tangan. Pengetahuan,
hasil dari kerja panca indra, sedangkan filsafat hasil dari kerja berfikir
saja.
Jadi,
ilmu dapat disebut ilmu pengetahuan.Padahal sesungguhnya ada perbedaan yang
sangat prinsipil antara ilmu dan pengetahuan.Ilmu adalah pengetahuan yang
pasti, sistematis, metodik, ilmiah, dan mencakup kebenaran umum mengenai objek
studi.Sedangkan pengetahun adalah sesuatu yang menjelaskan tentang adanya
sesuatu hal yang diperoleh secara biasa atau sehari-hari melalui pengalaman
(empiris), kesadaran (intuisi), informasi, dan sebagainya.Jadi pengetahuan
mempunyai cakupan lebih luas daripada ilmu.Namun, dalam tulisan ini sengaja
disebut dengan menggabungkan keduanya, yaitu ilmu pengetahuan.Karena keduanya
sama-sama penting dalam kehidupan dan tidak boleh dipisahkan.
Sains
adalah Ilmu pengetahuan dipakai sebagai kata kolektif untuk menunjukan
bermacam-macam pengetahuan dan sistematik dan objektif serta dapat diteliti
kebenarannya.
Sebagai
ilustrasi dikisahkan, bertanyalah seseorang kepada ahli filsafat yang arif dan
bijaksana, “Bagaimana caranya agar saya mendapatkan pengetahuan yang benar?
“Mudah saja”, jawab filosof itu, “Ketahuilah apa yang kau tahu dan ketahuilah
apa yang kau tidak tahu”
Dari
ilustrasi ini dapat digambarkan bahwa pengetahuan dimulai dengan rasa ingin
tahu dan merupakan hasil proses dari usaha manusia. Beranjak dari pada
pengetahuan adalah kebenaran, dan kebenaran adalah pengetahuan.
Sedang
ilmu pengetahuan sendiri mempunyai pengertian sebagai hasil usaha pemahaman
manusia yang disusun dalam satu sistematika mengenai kenyataan, struktur,
pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal ikhwal yang diselidikinya
(alam, manusia, dan juga agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran
manusia yang dibantu penginderaannya, yang kebenarannya diuji secara empiris,
riset dan experimental.
4.
Perbandinganantara
Filsafat dan Agama, Filsafat dan Sains
a.
Perbandingan antara Filsafat dan Agama
Dari uraian di atas diketahui bahwa antara
agama dan filsafat itu terdapat perbedaan. Menurut Prof. Dr. H. H. Rasyidi,
perbedaan antara filsafat dan agama bukan terletak pada bidangnya, tetapi
terletak pada cara menyelidiki bidang itu sendiri. Filsafat adalah berfikir,
sedangkan agama adalah mengabdikan diri, agama banyak hubungan dengan hati,
sedangkan filsafat banyak hubungan dengan pemikiran.Williem Temple, seperti
yang dikutip Rasyidi, mengatakan bahwa filsafat menuntut pengetahuan untuk
memahami, sedangkan agama menuntut pengetahuan untuk beribadah atau
mengabdi.Pokok agama bukan pengetahuan tentang Tuhan, tetapi yang penting
adalah hubungan manusia dengan Tuhan.
Lewis mengidentikkan agama dengan enjoyment dan
filsafat dengan contemplation. Kedua istilah ini dapat dipahami dengan contoh:
Seorang laki-laki mencintai perempuan, rasa cinta itu dinamai dengan enjoyment,
sedangkan pemikiran tentang rasa cinta itu disebut contemplation.
Di sisi lain agama mulai dari keyakinan,
sedangkan filsafat mulai dari mempertanyakan sesuatu. Mahmud Subhi mengatakan
bahwa agama mulai dari keyakinan yang kemudian dilanjutkan dengan mencari
argumentasi untuk memperkuat keyakinan itu, (ya`taqidu summa yastadillu),
sedangkan filsafat berawal dari mencari-cari argumen dan bukti-bukti yang kuat
dan kemudian timbul-lah keyakinannya (yastadillu summa ya`taqidu). Dalam
pendapat Mahmud Subhi , agama di sini kelihatan identik dengan kalam, yaitu
berawal dari keyakinan, bukan berawal dari argumen.
Perbedaan lain antara agama dan filsafat adalah
bahwa agama banyak hubungannya dengan hati, sedangkan filsafat banyak
hubungannya dengan pikiran yang dingin dan tenang. Agama dapat diidentikkan
dengan air yang terjun dari bendungan dengan gemuruhnya, sedangkan filsafat
diumpamakan dengan air telaga yang jernih, tenang dan kelihatan dasarnya.Seorang
penganut agama biasanya selalu mempertahankan agama habis-habisan karena dia
sudah mengikatkan diri kepada agamanya itu.Sebaliknya seorang ahli filsafat
sering bersifat lunak dan sanggup meninggalkan pendiriannya jika ternyata
pendapatnya keliru.Dalam diri seorang ahli filsafat terdapat maksud meneliti
argumen-argumen yang mendukung pendapatnya dan kelemahan argumen tersebut
walaupun untuk argumen dia sendiri, sedangkan dalam diri penganut suatu agama
tidak terdapat keinginan seperti itu.
Di sisi lain dibandingkan pembahasan filsafat
agama dengan pembahasan teologi, karena setiap persoalan tersebut juga menjadi
pembahasan tersendiri dalam teologi. Jika dalam filsafat agama pembahasan
ditujukan kepada dasar setiap agama, pembahasan teologi ditujukan pada
dasar-dasar agama tertentu.Dengan demikian terdapatlah teologi Islam, teologi
Kristen, teologi Yahudi dan sebagainya.
Pemikiran-pemikiran seperti itu kurang tepat
karena pandangan masing-masing penganut agama dan filosof bersifat sepihak.
Pendirian yang lebih baik dan lebih berfaedah adalah pendirian seorang penganut
suatu agama yang bersedia mendengarkan uraian tentang paham atau agama lain dan
meminta bukti dari paham atau agamanya itu.
Agama berbeda dengan sains dan filsafat karena
agama menekankan keterlibatan pribadi. Kemajuan spiritual manusia dapat diukur
dengan tingginya nilai yang tak terbatas yang ia berikan kepada obyek yang ia
sembah. Seseorang yang religius merasakan adanya kewajiban yang tak bersyarat
terhadap zat yang ia anggap sebagai sumber yang tertinggi bagi kepribadian dan
kebaikan.
Agama tak dapat dipisahkan dari bagian-bagian
lain dari kehidupan manusia, jika ia merupakan reaksi terhadap keseluruhan
wujud manusia terhadap loyalitasnya yang tertinggi. Sebaiknya, agama harus
dapat dirasakan dan difikirkan: ia harus diyakini, dijelaskan dalam tindakan.
b.
Perbandingan Filsafat dan Sains
Pengetahuan, hasil dari
kerja panca indra, sedangkan filsafat hasil dari kerja berfikir saja. Menurut Louis Kattsoff mengatakan bahwa bahasa
yang dipakai dalam filsafat & ilmu pengetahuan dalam beberapa hal saling
melengkapi.Filsafat dan ilmu pengetahuan kedua-duanya menggunakan metode
pemikiran reflektif dalam usaha untuk menghadapi fakta-fakta dunia dan kehidupan.Ilmu
membekali filsafat dengan bahan-bahan yang deskriptif, dan faktual yang sangat
penting untuk membangun filsafat.Sementara itu, ilmu pengetahuan melakukan
pengecekan terhadap filsafat dengan menghilangkan ide-ide yang tidak sesuai
dengan pengetahuan ilmiah.
Pertentangan
ilmu dan filsafat pada umumnya menunjukkan pada kecondongan atau titik
penekanan, dan bukan pada penekanan yang mutlak.Ilmu lebih menekankan kebenaran
yang bersifat logis dan objektif.Filsafat bersifat radikal dan subjektif.Ilmu
bisa berjalan mengadakan penelitian, selama objeknya sudah dapat diindera,
dianalisis dan dieksperimen, maka berhentilah ilmu sampai disitu. Adapun
bedanya filsafat dengan ilmu-ilmu lain diantaranya:
1.
Filsafat menyelidiki, serta memikirkan seluruh alam kenyataan & menyelidiki
bagaimana hubungan kenyataan satu sama lain.
2.
Filsafat tidak saja menyelidiki tentang sebab akibat tetapi menyelidiki
hakikatnya sekaligus.
3.
Dalam pembahasannya filsafat menjawab apa ia sebenarnya, dari mana asalnya
& hendak kemana perginya.
5.
Hubungan
antara Filsafat, Ilmu dan Agama
“Saya
berpendapat bahwa semua spekulasi yang benar dalam dunia sains bersumber dari
rasa relegius yang dalam, dan tanpa perasaan tersebut spekulasi itu tidak akan
menghasilkan apa-apa” Albert Einstein.
Ada
beberapa tesis yang menyatakan bahwa sains bertentangan dengan agama dan tidak
mungkin disatukan.Namun, Einstein tidak pernah menganggap hubungan antara sains
dan agama sebagai sebuah antitheis. Sebaliknya ia memandang sains dan agama
adalah dua hal yang saling melengkapi atau saling bergantung satu sama lain.
Sebuah hubungan sebagaimana yang tergambar dalam metaforanya: “Sains tanpa
agama lumpuh, agama tanpa sains buta”.
Filsafat,
ilmu dan agama mempunyai hubungan yang terkait dan reflektif dengan manusia
dikatakan terkait karena ketiganya tidak dapat bergerak dan berkembang apabila
tidak ada tiga alat dan tenaga dan utama pada manusia yaitu akal, rasa, dan
keyakinan.Sehingga dengan ketiga hal tersebut manusia dapat mencapai
kebahagiaan bagi dirinya.
Ilmu
dan filsafat dapat bergerak dan berkembang berkat akal pikiran manusia.Juga
agama dapat berkembang berkat adanya keyakinan.Dikatakan reflektif karena ilmu,
filsafat dan agama baru dapat dirasakan manfaatnya dalam kehidupan manusia
apabila ketiganya telah tercermin dalam diri manusia itu sendiri.
Baik
ilmu, filsafat ataupun agama bertujuan sekurang-kurangnya berurusan dengan hal
yang sama yaitu kebenaran. Namun titik perbedaannya terletak pada sumbernya,
ilmu dan filsafat bersumber pada ra’yu (akal, budi, rasio, reason, nous, vede,
vertand, vernunft) manusia.Sedangkan agama bersumberkan wahyu.
Disamping
itu ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset,
research), pengalaman (empiris) dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian.Filasafat
menghampiri kebenaran dengan eksplorasi akal budi secara radikal (mengakar);
tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri
bernama logika.Manusia mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama
dengan jalan mempertanyakan pelbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci.
Kebenaran
ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif (berlaku sampai dengan saat ini),
kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tidak dapat
dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimental).Baik kebenaran ilmu maupun
kebenaran filsafat kedua-duanya nisbi (relatif).Sedangkan kebenaran agama
bersifat mutlak (absolut) karena agama adalah wahyu yang diturunkan Allah.Baik
ilmu maupun filsafat dimulai dengan sikap sanksi dan tidak percaya.Sedangkan
agama dimulai dengan sikap percaya atau iman.
Adapun
bila ditelaah secara terpisah antara filsafat, ilmu dan agama dapat diketahui
bahwa filsafat yang mengedepankan eksplorasi logika yang radikal dan bebas
ternyata tidak selamanya mampu memberikan solusi terbaik kepada
manusia.Filsafat dari waktu ke waktu tidak pernah mengalami kemajuan
(passif).Filusuf hanya bisa berfikir tanpa bisa mengekspresikan hasil
pemikirannya dalam bentuk yang lebih praktis.Inilah yang menghambat.Maka lahirlah
Ilmu (sains) yang menjadi cabang atau pemekaran dari filsafat itu sendiri yang
tidak hanya mengandalkan kekuatan logika semata, tetapi sudah berupaya
menjabarkan dengan bukti-bukti empiris dan rasional melalui riset-riset atau
uji coba yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.Namun lagi-lagi hal itu
tidak cukup untuk menjawab dan menyelesaikan problematika kehidupan karena
sering dijumpai teori (ilmu) yang tidak sesuai dengan realita, begitu pula
sebaliknya, realita tidak selamanya harus dibarengi dengan teori.Oleh karena
itu manusia terus mencari solusi guna menjawab tantangan-tantangan tersebut,
yaitu dengan agama.
Agama
lahir sebagai pedoman dan panduan bagi kehidupan manusia. Agama lahir tidak
dengan rasio, riset, dan uji coba belaka melainkan lahir dari proses penciptaan
dzat yang berada di luar jangkauan akal manusia dan penelitian pada objek-objek
tertentu. Agama menjadi titik akhir dari suatu perjalanan jauh manusia dalam
mencari kepuasan hidup yang tidak bisa didapatkan dalam filsafat dan sains
(ilmu).
Juga
sains, ia lahir dari kekaguman para filusuf yang berusaha mencari kepuasan atas
jawaban rasa penasarannya. Sains melengkapinya dengan hal-hal yang tidak hanya
mengedepankan logika.Sains sudah berusaha bangkit dari kemandegan yang selama
ini menjadi predikat tetap filsafat. Sains sudah mulai merambah ranah yang
lebih praktis dan logis yang diperolehnya dengan berbagai cara yang cukup
sistematis. Namun manusia tetap tidak dapat tenang dan bahagia hanya dengan
berbekal sains dalam kehidupannya.
Dalam
sains juga terdapat banyak perbedaan yang mengemuka, salah satunya adalah
perbedaan Newton dan Einstein dalam empat komponen analitis yaitu zat, gerak,
ruang, dan waktu.Newton dalam bukunya Philosophiae Natural Prinsipia
mathematica (1686) menganggap empat komponen itu sebagai sesuatu yang
absolut.hal itu ditentang oleh Enstein dalam bukunya The Special Theory of
Relativity (1905) bahwa keempat komponen tersebut adalah relatif karena tidak
mungkin bisa mengukur sesuatu dengan sesuatu yang absolut. Perbedaan ini
menimbulkan berbagai macam keraguan di kalangan masyarakat umum, yang bisa
menjadikan kesimpangsiuran dalam mencari solusi problematika kehidupan.
Ilmu tanpa bimbingan moral (agama) adalah buta, demikian kata Einstein.Kebutaan moral yang disebabkan ilmu dapat menjadikan manusia dalam masalah yang cukup besar.
Ilmu tanpa bimbingan moral (agama) adalah buta, demikian kata Einstein.Kebutaan moral yang disebabkan ilmu dapat menjadikan manusia dalam masalah yang cukup besar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara etimologis (asal-usul kata) filsafat berasal dari kata yunani philos (=love, cinta) dan sophia (=wisdom, kebijaksanaan). Jadi
ditinjau dari pada arti etimologis istilah ini berarti cinta pada kebjaksanaan.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang berasal dari pengamatan, studi dan
pengalaman yang disusun dalam satu system untuk menentukan hakikat dan prinsip
tentang hal yang sedang dipelajari.
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Baik ilmu, filsafat, maupun agama juga mempunyai hubungan lain. Yaitu ketiganya
dapat digunakan untuk memecahkan masalah pada manusia dan ketiganya
sama-samamengarahpada poses kebenaran. Karena setiap masalah yang di hadapi
hadapi oleh manusia sangat bermcam-macam. Ada persoalan yang tidak dapat
diselesaikan dengan agama seperti contohnya cara kerja mesin yang dapat
dipecahkan oleh ilmu pengetahuan. Ilmu dan filsafat, kedua-duanya dimulai
dengan sikap sangsi atau tidak percaya.Sedangkan agama dimulai dengan sikap
percaya dan iman.
B.
Saran
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khasanah
keilmuan dan bermanfaat bagi kita semua.Dalam pembuatan makalah pasti ada
kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan
makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin, Zainal.
Filsafat Barat. 2011. Jakarta: Rajawali Pers
Anshari, Endang
Saifuddin. Ilmu, Filsafat, dan Agama. 1979. Jakarta: Bulan Bintang
Susanto, A. Filsafat
Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi. 2011. Jakarta: PT Bumi Aksara
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama
Abu Hayyan Tauhidi, al-Imta' wa al-Muânasah, jilid pertama, bagian kedua.
Abu Hayyan Tauhidi, al-Imta' wa al-Muânasah, jilid pertama, bagian kedua.
Abul Hasan
'Amiri, al-Amad 'ala al-Abad.
Ahmad
Tafsir, Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales sampai James, Bandung
: Rosdakarya, 1994.
H.A. Dardiri, Humaniora,
Filsafat dan Logika, Jakarta : Rajawali Press, 1986.
0 komentar:
Posting Komentar